Sekolah dan kampus pernah menjadi pusat ilmu pengetahuan dan informasi. Namun memasuki era digitalisasi informasi kini begitu mudah diakses. Internet telah merubah gaya hidup manusia termasuk cara bagaimana informasi bisa didapatkan. Platform pendidikan pun bergeser menjadi belajar bisa dimana saja.
Dengan terjadinya pergeseran (disrupsi) di segala bidang termasuk pendidikan, pertanyaannya adalah dimana posisi sekolah dan kampus sekarang ini. Jawabannya tentu keberadaan sekolah dan kampus masih sama pentingnya dengan waktu-waktu yang sebelumnya. Hanya saja sekolah dan kampus perlu melakukan peningkatan kapasitas dan adaptasi terhadap perkembangan yang ada saat ini.
Dengan informasi yang melimpah berkat teknologi informasi tentu sekolah dan kampus perlu menyikapinya dengan membangun kemampuan dalam mendapatkan, menyeleksi, mengolah, serta menggunakan informasi. Sebab kemampuan memproses informasi yang rendah akan menyebabkan informasi itu menjadi percuma.
Melimpahnya informasi sesungguhnya berkah bagi dunia pendidikan, namun keberkahan ini perlu menghadirkan kecerdasan di lingkungan sekolah dan kampus. Kita perlu meninggalkan dan tidak lagi menggunakan paradigma lama, dimana cita-cita pendidikan adalah gelar dan mendapatkan ijazah.
Pendidikan harus memiliki DNA untuk menambah pengetahuan dan pemahaman. Bukan lagi mengejar ijazah dan gelar yang ternyata nirkompetensi. Oleh karena itu hal yang relevan untuk menghadirkan kecerdasan di lingkungan sekolah dan kampus adalah dengan menumbuhkan kemampuan untuk memproses dan mengkonek informasi dengan akurat, seperti logic, berpikir kritis, kemampuan menganalisa dan pemahaman dalam membaca.
Berkaitan dengan proses membaca, hal yang perlu kita koreksi dari metode yang dilakukan oleh sekolah selama ini adalah metode hapalan. Metode ini menjadi penyebab minimnya kemampuan pelajar Indonesia dalam berpikir kritis, logis dan menganalisa. Mereka kurang diberikan pemahaman secara detail. Kita ambil contoh saja bagaimana selama ini Pancasila selalu dihapal oleh para siswa dan minimal satu minggu sekali saat upacara teks itu diucapkan. Tetapi jarang Pancasila dikupas secara mendalam seperti mengajukan sebuah diskusi cerdas pada sila pertama, yaitu apa yang dimaksud dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Begitu juga apa yang dimaksud dengan sila kedua yakni kemanusiaan yang adil dan beradab. Seandainya sila kedua dipahami saja, kemungkinan peristiwa brutal antar suporter Persib dan Persija yang menyebabkan nyawa hilang bisa terhindarkan.
Mari kita sepakati dengan tidak melanjutkan proses pendidikan yang salah yaitu pendidikan yang tidak menambah pengetahuan (knowledge) dan pemahaman, lebih jauh lagi keahlian dan kompetensi. Oleh karena itu sekali lagi sekolah harus menghadirkan kecerdasan. Gunakan informasi seoptimal mungkin sebagai bahan untuk merancang dan mendesign pendidikan sehingga pada akhirnya para siswa mendapatkan pengetahuan dan pemahaman dari hasil belajarnya di sekolah.
Satu hal lagi, jangan lupakan untuk membangun karakter, karena dengan karakter yang kuat upaya-upaya cerdas akan menjadi lebih maksimal untuk menambah pengetahuan dan pemahaman. Upaya-upaya ini berlaku bagi kepala sekolah, guru dan siswa.